Selasa, 19 Februari 2008

AKU INGIN PULANG

Jauh aku pikir.... tapi belum juga kalau aku bandingkan dengan orang lain.
Tapi menurutku ini sudah terlampau jauh, aku tidak tahu lagi apakah aku masih bisa menempuh perjalanan di depanku.
Aku sudah ingat jalan sekarang, tapi aku tidak tahu apakah aku bisa pulang.
Aku ingin pulang, entah karena aku merasa raga ini sudah terlalu campur baur dengan penyakit bumi.
Aku tak menyalahkan tanah yang aku pijak, tak juga menuding udara yang aku hirup, apalagi air yang mengalir di pipa-pipa kapiler di bawah kulitku.
Aku sendiri yang bertanggung jawab atas apa yang sudah aku isi ke dalam diriku sendiri.
Tapi pertanyaanku belum juga bisa terjawab, "Apakah aku masih bisa pulang ?".
Kyai-kyai suci bilang katanya selama masih ada udara yang bisa aku tarik ke dalam rongga dadaku, walaupun itu cuma sehela-an saja, masih cukup waktu untuk ku bisa pulang.
"Lalu kemana arahnya ?, aku tak tahu jalan" Hatiku terus mengais-ngais jejak-jejak yang pernah aku lalui. Tapi terlalu samar untuk aku kenali lagi sebagai jejakku.
"Sholatku, Mengajiku, Amalku" sering melompat-lompat, sehingga seringkali jejak itu terputus, dan tak tahu dimana letak sambungannya.
"Oh Tuhan, bisakah aku pulang ?" aku sudah begitu ketakutan berada disini, padahal Engkau baru mengganjarku dengan sedikit saja dari kuasaMu yang Maha Dahsyat.
Aku Ingin Pulang, walaupun aku sudah ingat jalan, tapi aku lupa arahnya.
Oh Tuhan, bukan aku mendahului keputusanMu, tapi menurutku aku sudah terlalu jauh berjalan. Aku tak ingin lagi melanjutkannya. Aku ingin Pulang.
Aku ingin pulang, hanya pulang.......
AKU INGAT JALAN

Entah apa yang ada dalam pikiranku
saat itu yang aku tahu hanya berjalan
tak aku pikirkan dimana aku akan berhenti
tak pula aku lihat kembali ruang dibalik punggungku
kakiku memang terasa letih
tapi aku terlalu asyik dengan isi ruang kepalaku sendiri
aku hanya terus berjalan
tak kuhiraukan apa yang lewat
dalam jalan ku tunduk kepalaku
menuju arah tak tahu dengan kacamata kuda
kudengar sesuatu yang indah
tapi tak juga aku menoleh
sedetik sempat aku melihat lurus ke depan
sejenak kagum akan pandangan dimuka
kulirik saja mataku ke kiri dan ke kanan
sejenak terhenyak sesal apa aku lewatkan
apa saja yang sedari tadi aku lewati
ternyata begitu indah
aku tak ingat jalan yang aku lalui
tapi aku merasakan sesal tak mengalaminya
sekarang aku akan ingat jalanku
karena aku akan mengalaminya
karena aku akan melihat apa yang ada
entah bahagia ataupun duka
aku ingin menikmatinya
tak peduli sakit atau senang rasanya
yang terpenting sekarang
aku ingat jalan
jalan yang akan aku kenang
dan dapat aku ceritakan kepada yang lain

CERMIN RETAK

Aku datang dengan cermin-cermin
Kupaksakan menatap walau sudah retak
sepuluh, seratus, seribu pecahan jiwa
tak utuh walau menjadi satu
Harap tak pernah usai
sekadar jiwa mendapat gelang biru
tak penat walau balas terburai
menatih sukma ke dalam batu
aku cermin-cermin pecah
seribu wajah menatap sama
tengadah harap sedekah
bagi jiwa merana
banyak kau lihat
sedikit kuminta
banyak kau sangka
putih kurasa
bila harap tepuk sendiri
tak apa tak jadi
jiwaku mengerti
asa simpan dihati
NARAPATI

Saat bintang pertama menyerahkan dirinya untuk kehidupan
Keduanya hanyalah api yang membara
Air mendinginkannya pada saat ketiga
Setelahnya udara ditiupkan bersama badai pada yang keempat
Lima hari menunggu bumi menjadi rumah
Surga kedua tercipta di hari ke enam
Para Dewa bertanya,

Apakah Tuhan telah melakukan kesalahan ?
Mengapa Dia menciptakan surga yang lain ?
Mengapa Dia membuatnya lebih indah dari surga kita ?

Mengapa Dia memberikannya pilihan ?
Ah, ternyata Tuhan juga tak sempurna katanya
Kalau tidak salah, mengapa Dia harus membahayakan dunia yang diciptakannya dengan menciptakan lagi mahluk yang tak putih tak juga hitam
Narapati, apakah dia beruntung atau sebenarnya terkutuk
Tapi kalaupun terkutuk aku sangat ingin menjadi seperti mereka
begitu bebas dengan pilihan Tuhannya
AKU ?

Aku berjalan di padang pertanyaan

Dalam kerimbunan jawaban yang tak kumengerti

Setiap langkah membawa tanya

Setiap nafas meminta jawabnya